Postingan

Menampilkan postingan dari Januari, 2010

Menjadi Sunda

Isu SARA masih menjadi api dalam sekam. Dimana pun, tak terkecuali di negara Amerika dan Eropa. Secara negara mereka sudah dianggap modern dan berpikiran maju. Isu Suku, Agama, dan Ras bagi kaum pluralisme, dieliminasi sekecil-kecilnya. Malah, mereka meng-kredo-kan sebuah status kebersamaan dalam perbedaan. Tapi, tak ayal, setiap kali seorang suku Madura dipukuli Suku Dayak, akan menjadi isu regional dan bisa memicu pertempuran. Atau seorang Muslim yang ditabrak sopir angkot beragama Kristen, tiba-tiba dibawa ke ranah pembeda, keyakinan. Lalu, konflik pun bisa terjadi bukan antar personal mereka yang terlibat konflik. Tapi, mencuat persoalan ini antara si muslim dengan si kristen, bukan si fulan dan si folin. Bagi saya, ini sebuah kodrat Tuhan, Sunatulloh menurut agama saya. Takdir yang membuat saya sebagai seorang bersuku Sunda, lahir dari ayah dan ibu, berkelamin laki-laki, memiliki karakter aksidensial yang tumbuh di kalangan masyarakat menengah bawah. Begitu juga dengan Anda, past

Aku beraksi, maka aku ada

Jika Rene Descartes meyakini sebuah kredo, cogito ergo sum atau aku berpikir maka aku ada, kini tak lagi ada jika hanya bisa berpikir saja. Kredo abad 21 ini, aku beraksi maka aku ada. Ada implementasi dari berpikir di alam idea ke dalam aksi di dunia realistik. Ini yang digariskan Muhammad Saw., ciri seorang beriman saat melihat kemungkaran terdapat tiga aksi. Pertama, dia mengubahnya dengan tangannya (baca: kekuasaannya), kedua, mengubah dengan lisannya (baca: orasi), ketiga, dengan diam dan menampakkan ketidaksetujuan atas kemungkaran tersebut, dan inilah selemah-lemahnya iman. Nabi mulia ini menunjukan, seorang mukmin ada dengan tindakannya, action. Dan jika hanya berpikir saja, ini adalah selemah-lemahnya iman seorang muslim. Berpikir adalah sebuah landasan dalam memahami cipta karya sang Pencipta. Ratusan ayat dalam Quran yang mengharuskan kita berpikir (baca: tafakkaru fi kholqillah) agar kita menjadi orang yang beriman. Namun beriman diimplementasikan dalam bentuk syariah, menj

Curhat dari Anak Negeri yang Tanggung

Merasakan negeri ini, begitu kaya sumber alam, banyak penduduk, tanah dan airnya begitu luas. Wajar jika Belanda tak mau melepaskan Indonesia begitu saja meski memproklamirkan kemerdekaannya. 350 tahun diisap seluhur kekaayaan alamnya, tetap saja Belanda memaksa untuk kembali ke Indonesia, dengan alasan, negeri ini sangat potensial.Ya, negeri ini sangat pontensial. Tak usahlah berbicara soal berapa banyak kandungan mineral didalam bumi Indonesia. Tak ada waktu untuk membuktikan, kita memiliki cadangan minyak mentah yang dicemburui Negara besar. Semua sudah terbukti. Semua bukan omong kosong. Walaupun dalam kenyataannya, hampir 80 persen rakyat kita masih miskin. Pendapatan perkapita pun masih dibawah Malaysia, yang notabene sedikit lebih muda merdekanya. Dengan kekuatan geopolitik, kekayaan Negara ini, tapi Indonesia masih saja hanya menjadi sapi perahan. Sumber-sumber alam dan kekayaan kita, malah dikuasai Amerika. Rakyatnya menjadi ladang konsumerisme bagi produk China dan Eropa. Kit

Menjadi orang yang bermanfaat

Apa yang membuat diri ini berguna? Setidaknya seribu satu jawaban mengerbuti pertanyaan ini. Satu jawaban dengan yang lain, saling menimpali. Mereka saling menawarkan kepuasan dan mengagulkan dirinya masing-masing. Sejuta atau lebih buku selalu saja berlomba-lomba member solusi. Lalu mereka pun menjadi jawaban sempurna, meski hanya sedikit yang pernah merasakannya. Indah memang jika hidup ini berguna. Ada sebuah hadist Nabi Saw mengatakan, “sebaik-baiknya manusia, adalah dia yang bermanfaat pada orang lain.” Tegas menyiratkan sebuah tuntutan untuk menjadi orang yang lebih baik, adalah dia yang member manfaat bagi orang lain. Disini harus diyakini, manfaat atau menjadi berguna bagi orang lain, harus tegak lurus dengan kebenaran dan kebaikan. JIka dia bermanfaat untuk orang lain dalam kejahatan dan kedzaliman, tentu tojai’ah dengan makna manfaat atau menjadi berguna. Bermanfaat disebut mayor label, atau sebuah abstraksi sebuah nilai. Bermanfaat memiliki nilai yang terbuka untuk diinterp

Kontemplasi

Adalah wajar jika tiba-tiba pikiran kita terhenyak oleh suatu keadaan. Terkejut oleh sebuh peristiwa yangmenimpa diri kita. Bukan peristiwa di luar, tapi kita sendiri yang mengalaminya. Ini hal biasa dalam hidup. Karena kita memang hidup untuk merasakan dinamika kehidupan. Sesekali kita mengamati peristiwa di luar, tapi kerap juga peristiwa yang kita alami sendiri. Berbeda saat melihat dan memperhatikan sebuah peristiwa di luar diri kita. Emosi dan perasaan tidak ikut terlibat. Sedih, duka, marah, takut, haru, dan berkecamuknya rasa tidak terlalu ikut serta. Sering kali saya melihat orang sakit, korban kecelakaan yang meraung-raung kesakitan, keluarga berduka ditinggal saudaranya tewas pesawat jatuh, korban gempa bumi , atau peristiwa lainnya. Keterlibatan emosi tak mengemuka, sewajarnya. Empati ya, tapi emosi berlebihan jarang terlibat. Tapi, sungguh berbeda jika peristiwa itu kita alami sendiri. Ada emosi dan perasaan kuat disana. Jika biasanya akal sehat bermain, kini

Kita hanya butuh skenario

Jadi inget lagu God Bless. Dunia ini adalah panggung sandiwara. Alloh adalah Sang Sutradara dan Kita adalah aktor dan aktrisnya. Kita diberi tujuan untuk membuat cerita yang berakhir dengan happy ending, berakhir bahagia. Akhir itu adalah kematian yang menyenangkan. Lalu, mana skenarionnya? Alquran, Alhadist, Ijma, Qiyas, dan Ijtihad adalah scenario terbaik yang diturunkan Alloh. Bagaimana agar cerita ini menjadi menarik dan bermakna bagi kita. Tentu, memahami sebuah panggung sandiwara menjadi keniscayaan bagi kita. Semua yang ada di atas panggung, harus menjadi alat bagi kita untuk membantu peran sebaik-baiknya. Begitu pun, seorang aktor harus mampu mengejawantahkan scenario itu di atas panggung, hingga menjadi pertunjukan dinamis, progresif, dan menarik serta bermakna. Panggung, setting, backdrop, tools, cahaya, sudah tersedia, disediakan sang Sutradara. Peran kita, secara natural, adalah seorang anak, suami, bapak, tetangga, pekerja, kawan, sahabat, dan instrument lainnya. Sedangka