Postingan

Menampilkan postingan dari Agustus, 2010

Emas dan Perak, Simbol Perlawanan terhadap Dollar Cs

Akibat gejolak politik yang berawal dari kepentingan ekonomi, pada 1913 para bankers AS menyatakan telah terjadi kekurangan mata uang di Amerika. Oleh sebab itu, pemerintah Amerika tidak bisa menerbitkan mata uang lagi karena semua emas cadangannya telah terpakai. Agar ada tambahan sirkulasi uang, sekelompok orang kemudian mendirikan satu bank yang dinamakan “The Federal Reserve Bank of New York”, yang kemudian menjual stock yang dimiliki dan dibeli oleh mereka sendiri senilai US$ 450. 000. 000 melalui bank-bank: Rothschild Bank of London, Rothschild Bank of Berlin, Warburg Bank of Hamburg, Warburg Bank of Amsterdam (Keluarga Warburg mengontrol German Reichsbank bersama Keluarga Rothschild), Israel Moses Seif Bank of Italy, Lazard Brothers of Paris, Citibank, Goldman & Sach of New York, Lehman & Brothers of New York, Chase Manhattan Bank of New York, serta Kuhn & Loeb Bank of New York. Karena bank-bank tersebut mempunyai cadangan emas yang besar, maka bank tersebut dapa

Kematian adalah kepastian, tapi penyebab kematian itu yang harus dicari

Bukankah kematian itu sebuah kepastian? Ya, kematian bukanlah sesuatu yang dipertanyakan. Siapa pun pasti akan mengalami kematian. Baik politisi, pedagang, profesional, teknokrat, presiden, pengemis, dan semua orang yang memiliki status sosial yang disandangnya. Begitu juga Wartawan, dia akan mati. Tapi ada apa dengan kematian, selalu saja diributkan orang. Kematian memang kepastian. Tapi, penyebab kematian menjadi masalah bagi orang-orang yang hidup. Tentu bukan karena yang mati akan hidup lagi, atau sekadar mencari alasan tentang kematian, tapi persoalan pada status hukum orang yang mati. Entah mati karena sakit, kecelakaan, dicelakai, atau mencelakai sendiri atau bunuh diri. Status ini menjadi catatan bagi orang-orang hidup, karena akan menjadi pengalaman bagi mereka. Kasus kematian Ridwan Salamun Wartawan Sun TV baru-baru ini. Kematiannya diujung tombak dan parang saat tengah bekerja meliput konflik antar desa di Desa Fiditan, Kota Tual, Maluku, menjadi masalah bagi kalangan

Pileuleuyan Kang Ibing

Kamis malam (19/8), ada sms dari teman yang istrinya bekerja sebagai perawat di RS Al-Islam, Soekarno-Hatta, Bandung. Isinya, "Kang Ibing meninggal dunia, sekarang masih di RS Al-Islam". Sontak perasaanku persis saat ada kabar bapakku meninggal tahun lalu. Lalu, sms itu aku forward ke temen-temen lain, berharap nantinya berita update datang dari temen-temen yang liputan di RS Al-Islam. Kang Ibing, di mata saya adalah orang yang benar-benar memiliki jati diri sebagai seorang Sunda. Meski sarjana Sastra Rusia di Unpad, namun kekhasan sebagai artis Sunda sudah mengental dengan dirinya. Dimulai sebagai anggota grup lawak De'Kabayans, pria yang bernama Rd Haji Aang Kusmayatna Kusumadinata terus tak bisa mewadahi daya kreatifnya. Elan vital sebagai seniman merambah ke dunia akting. Beberapa filmografi antara lain Kabayan (1975) Ateng The Godfather (1976), Bang Kojak (1978), Boss Carmad (1990), Komar Si Glen Kemon Mudik (1990), Warisan Terlarang (1980) (wikipedia-pen), Di Sana