Menjadi orang yang bermanfaat

Apa yang membuat diri ini berguna? Setidaknya seribu satu jawaban mengerbuti pertanyaan ini. Satu jawaban dengan yang lain, saling menimpali. Mereka saling menawarkan kepuasan dan mengagulkan dirinya masing-masing. Sejuta atau lebih buku selalu saja berlomba-lomba member solusi. Lalu mereka pun menjadi jawaban sempurna, meski hanya sedikit yang pernah merasakannya.

Indah memang jika hidup ini berguna. Ada sebuah hadist Nabi Saw mengatakan, “sebaik-baiknya manusia, adalah dia yang bermanfaat pada orang lain.” Tegas menyiratkan sebuah tuntutan untuk menjadi orang yang lebih baik, adalah dia yang member manfaat bagi orang lain. Disini harus diyakini, manfaat atau menjadi berguna bagi orang lain, harus tegak lurus dengan kebenaran dan kebaikan. JIka dia bermanfaat untuk orang lain dalam kejahatan dan kedzaliman, tentu tojai’ah dengan makna manfaat atau menjadi berguna.

Bermanfaat disebut mayor label, atau sebuah abstraksi sebuah nilai. Bermanfaat memiliki nilai yang terbuka untuk diinterpretasi oleh setiap orang, setiap buku, setiap profesi, setiap waktu, setiap ruang, dan lain-lain. Di suatu zaman, manfaat seorang istri adalah membesarkan anak dan melayani suami. Tak bisa dipungkiri, saat ini, istri bermanfaat atau menjadi berguna jika bisa ikut membantu suami mencari uang. Jika saja, bermanfaatnya istri bagi keluarga (jika dipahami adalah orang lain), tentu saja sang istri akan bermanfaat jika menjadi seorang pedagang, karyawan, buruh pabrik, manajer, pengusaha, atau malah menjadi buruh TKI. Atau bisa pula, suami juga seorang bapak yang bermanfaat bisa pula sebagai pencari uang untuk kehidupan keluarga, sekaligus pencuci piring yang baik, menggilas cucian yang bersih, memasak yang enak dan handal, teman bagi anak-anaknya, member kepuasan bagi istrinya, dan segudang pekerjaan domestic lainnya.

Di ranah waktu, manfaat bagi seorang politisi adalah meloloskan peraturan yang memberi manfaat lebih banyak dan tidak untuk sebagian lainnya yang minoritas. Atau sebaliknya, melakukan upaya regulasi agar bermanfaat pada yang minoritas, karena satu dan lain hal, dan menggugurkan aturan untuk khalayak banyak.

Di suatu era, seorang guru yang bermanfaat kini bukan lagi menegakkan disiplin dan medidik keikhlasan beramal pada muridnya, tapi keadilan member dan menerima. Sebab jangan salah, jika guru yang berguna adalah bisa memberikan ilmu sesuai dengan uang yang diterimanya. Tak salah lagi, jika guru yang bermakna ini harus bisa mengajarkan cara menuntut keadilan dengan unjuk rasa agar sesuai dengan ilmu yang telah diberikan pada muridnya.

Menjadi orang yang bermanfaat, memang sering ditafsirkan dalam forum ijtihad kalangan ulama. Jika ulama Negara bermafaat jika memfatwakan rokok itu haram. Atau malah, fatwa haram bagi rakyat Indonesia yang beragama Islam untuk menjadi pemilih golput. Lalu, ada golongan ulama lain beritihad, bahwa menjadi Golput adalah sebuah perlawanan dari rakyat tentang legalitas kepempimpinan. Untuk itu, sebagai perjuangan, menjadi Golput adalah bermanfaat untuk kebaikan Negara dan bangsa di masa depan. So..?

Ya, masalah manfaat dan maslahat memang menjadi komoditas yang menarik dicermati. Coba pahami, setiap pengunjuk rasa pasti akan menyuarakan tuntutan atau desakan. Bagi mereka, tuntutan ini itu, karena mereka merasa akan bermanfaat bagi khalayak banyak. Lebih menarik lagi jika ada unjuk rasa yang berbeda haluan. Padahal, mereka sama-sama memperjuangkan sesuatu bagi kemaslahatan khalayak banyak pula. Lalu, kelompok mana yang memang berguna dan bermafaat bagi orang lain?

Untuk itu, marilah kita menanyakan kembali apa niat semua yang kita lakukan, apakah untuk diri sendiri tanpa mempedulikan orang lain? Atau niat murni untuk kemaslahatan ummat.

Mari… marilah kembali pertanyakan niat kita…

Des-jan

Abah faiz

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Saatnya Berubah

Kenaikan BBM, Turunnya Harga Diri

AR, LM, CT, Segera Tobat......