Pencuri Tanaman Tuhan

Ada kisah di purwakarta, jawa barat pertengahan 2008 lalu, dua seorang pencuri padi yang siap panen di sebuah petak sawah. Dengan menggunakan sepeda butut, dua orang pencuri ini mengayuh dengan penuh harapan mereka bisa mengambil padi siap panen, hanya sebatas isi sepeda itu. Lucunya, dengan ngulik teknik penggilingan menggunakan jari-jari roda, si pencuri itu tenang menggiling padi yang telah dipotongnya. Namun, dasar pencuri, seasyik-asyiknya mencuri, tetap saja gelagat kucing garong tak bisa ditutupi. Hingga akhirnya, aksi mereka diketahui warga dan menangkap tangan mereka. AKhir cerita, selain mendapat bogem mentah warga, mereka pun diarak ke kantor polisi. Pastinya hasil curian itu tidak pernah mereka rasakan.

Cerita ironis ini memang menggelikan. Dua pencuri dari kota lain, singgah. Tanpa merasa ikut memananam padi, mereka memanen. Aksi ini diketahui warga sudah sering terjadi, setiap saat padi mulai merunduk, berat oleh isi.

Di balik cerita ini, perlu ditafakuri perilaku para pencuri ini memang tidak berbeda dengan kita. Tak pernah menanam, tapi tahu-tahu kita memanen. Ya, kita sudah diberikan kekayaan alam yang melimpah ruah yang ditanam Tuhan, lalu kita memanennya. Tanpa terima kasih dan meminta, kita hanya memanen tanaman kekayaan bumi ini . Lalu, apa bedanya kita dengan para pencuri itu?

Seperti tersentak saat Da Buy, seorang kawan berdarah Padang, berseloroh padaku saat melihat-lihat para nelayan bersiap melaut di pelabuhan ikan di Kabupaten Cilacap, beberapa waktu lalu. Dengan menggunakan perahu berkapasitas ikat 8 ton, mereka melaut, setelah sebelumnya persiapan sedemikian rupa. Ya, mereka seperti pencuri padi tadi dengan modal keberanian dan ketangkasan yang dimilikinya, memanen ikan-ikan yang tak pernah ditanamnya. Salahkah mereka? Tuhan Maha Pemurah kawan…

Awal Juni lalu, aku sempat menengok kawasan tambang batubara di Kalimantan Selatan. Di daerah yang hutan lebatnya sudah dipanen para cukong dan konglomerat tanpa pernah sebatang pohon pun ditanam itu, batu bara pun melimpah ruah. Setelah mereka mencuri kayu-kayu bernilai triliunan rupiah itu, tanahnya pun mengkilaukan batubara, sekali lagi, yang tak pernah ditanamnya. Mereka pun melakukan pencurian besar-besaran, untuk kebutuhan domestik atau sebagian besar diekspor. Cukong dan konglomerat pun kaya raya dari hasil curiannya itu, sampai di rumahnya terdapat dua helicopter sekaligus helipad. Mereka bisa meninjau tanah curian itu dengan menggunakan helicopter. Gila, mereka pencuri super hebat. Pencuri tanaman Tuhan yang tak pernah sedikitpun mereka tanam.

Sepertinya manusia memang diciptakan untuk mencuri, tanpa menanam sebelumnya. Padahal, Sang Penanam kekayaan bumi ini tidak pernah memukul, mengarak-arak ke kantor polisi, apalagi member bogem mentah seperti sang pencuri padi itu. Tuhan, hanya sedikit manusia menyadari dari mereka adalah pencuri. Mbok ya, minta dan berterima kasih gitu lho, agar tidak terkena laknat. Meminta dengan tidak mengeksplorasi kekayaan bumi babibuta, dan diminta ingat pada generasi setelah mereka. Berterimakasih, cukup tidak menimbun hasil bumi sendirian, tapi mbok ya disebarkan agar orang lain pun bisa merasakan hasil curian tanaman Tuhan.

Abah fariz

Apel 93/17/08/08

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Saatnya Berubah

Kenaikan BBM, Turunnya Harga Diri

AR, LM, CT, Segera Tobat......